Bagi kita yang anak 80-an, pasti pernah menonton serial film kartun yang berjudul “Woody Woodpecker”. Masih ingat? Tawanya yang sangat khas, sempat menjadi “tren” ketika itu. Burung pelatuk yang cerdas ini nggak kalah terkenalnya dengan Angry Birds di masa sekarang. Tapi, Woody lebih “nyeni” karena dia bisa memahat pohon dengan paruhnya.
Seni memahat patung dengan kayu memang sudah lama dikenal. Bukan hanya itu, pada jaman purba dulu ada teknik memahat dengan kayu, yang disebut dengan woodcut atau cukil kayu. Teknik ini digunakan untuk karya cetak dan dikenal juga dengan nama xylografi. Teknik mencetak dan melukis dengan metode cukil kayu sebenarnya sudah muncul di Cina sejak sekitar Abad 5 – meskipun kemudian baru dikembangkan pada sekitar Abad 14 di Eropa.
Sesuai dengan namanya, teknik cukil kayu ini mengharuskan kamu untuk mencukil-cukil kayu hingga mencapai ilustrasi yang diinginkan.
Ada 3 macam cara yang digunakan dalam metode cukil kayu ini:
1. Mencap: Digunakan untuk memuat motif atau gambar pada kain. Kebanyakan cara ini digunakan oleh orang Eropa.
2. Menggosok: Digunakan oleh orang-orang Asia Timur (Jepang, salah satunya) di atas kertas.
3. Menekan: Sepertinya, cara ini hanya banyak digunakan di Asia.
Proses singkatnya kurang lebih begini: kamu membuat sketsa dulu di sebidang kayu atau kertas yang kemudian akan dipindahkan ke papan kayu. Bagian yang akan dicetak diletakkan sejajar dengan permukaan, sementara bagian yang nggak dicetak akan dicukil atau dipahat dengan alat cukil. Bagian permukaan yang terbuat dari papan dengan ketinggian tertentu tersebut lalu dioleskan tinta dengan menggunakan roller. Lalu, lembaran kertas ditaruh di bagian bawah papan. Kamu bisa menutupi cukilan dengan kertas koran, misalnya, supaya nggak kotor. Kemudian tinta diratakan bisa dengan baren (alat yang digunakan di Jepang), atau alat press, atau bahkan diinjak-injak dengan kaki! Hehe…
Bingung? Coba kamu tonton dulu video teknik cukil kayu di bawah ini.
The Fire Madonna (sumber: wikimedia.org)
Salah satu karya seni yang menggunakan teknik cukil kayu ini adalah
“The Fire Madonna” yang dibuat pada tahun 1400 dan saat ini berada di
Cathedral of Forli di Italia. Teknik ini juga dipakai dalam aliran Japonisme, yang pernah kita bahas beberapa saat yang lalu.
Saint Jerome in the Wilderness (sumber: met museum.org)
Titian, salah seorang pelukis terkenal dari Venezia di masa lalu,
juga menggunakan cara ini dalam berkarya, seperti yang dapat kita lihat
dalam lukisan yang berjudul “Saint Jerome in the Wilderness” di atas.Ada sebuah istilah dalam cara mencetak/melukis ini, yaitu “chiaroscuro” yang banyak diburu oleh para kolektor. Teknik ini ditemukan oleh Hans Burgkmair, seorang seniman dari Jerman sekitar tahun 1509. Dan mahakarya yang dibuat dengan teknik ini salah satunya adalah “Scene of Witchcraft”, karya Hans Baldung Grien. Seniman lainnya yang menggunakan teknik ini adalah Urgo da Carpi yang dikenal dengan karyanya yang berjudul “Diogenes”.
Nggak cuma untuk lukisan, cara ini juga digunakan untuk membuat ilustrasi buku, seperti dalam buku “Liber Chronicarum” dan “Hypnerotomachia Poliphili”.
Buku Liber Chronicarum yang ilustrasinya menggunakan teknik cukil kayu (sumber: wikimedia.org)
Sementara, di Jepang pada saat itu ada Hishikawa Moronobu, yang
membuat ilustrasi untuk buku-buku kesusastraan dan terbilang sukses.
Buku-buku itu dibuat sangat mewah, dicetak di atas kertas khusus dan
diwarnai dengan semacam debu yang berwarna emas atau perak.
Salah satu karya cukil Hishikawa Moronobu (sumber: ebth.com)
Bagaimana lalu perkembangan teknik cukil ini? Pada Abad 20, teknik
ini masih digunakan oleh banyak seniman Jepang, seperti Munakata Shiko,
Hiratsuka Un’ichi, dan lainnya Tentunya dengan desain dan gambar yang
lebih modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar