Proses Penghasilan Bunyi Suara
Fonasi merupakan proses penghasilan bunyi suara melalui getaran pita suara. Aksi ini terjadi didalam larynxsaat
pita suara merapat dan tekanan nafas diaplikasikan pada kedua pita
suara tersebut sedemikian rupa sehingga menimbulkan getaran. Pita suara
dirapatkan oleh aksi ototinterarytenoid yang menarik tulang rawan arytenoid sehingga kedua pita suara dapat saling merapat. Terdapat dua teori utama mengenai terjadinya vibrasi pada suara:
1. Teori myoelastik:
Merupakan teori yang menyatakan bahwa pada saat pita suara dalam keadaan rapat dan tekanan nafas diaplikasikan kepadanya, pita suara akan tetap merapat, hingga tekanan dibawahnya (tekanan subglottis) mencukupi untuk mendorongnya merenggang. Aliran udara yang mengalir keluar dan mengakibatkan berkurangnya tekanan nafas & menyebabkan pita suara merapat kembali.
Tekanan kembali dihimpun hingga pita suara dapat direnggangkan kembali, dan siklus ini terus berulang. Besarnya tekanan yang menyebabkan tertutup atau terbukanya pita suara (jumlah getaran perdetik) menentukan tingkat nada dari suara yang dihasilkan.
2. Teori aerodynamik:
Teori ini berdasarkan pada Efek Bernouilli yang menyatakan bahwa nafas mengalir melalui glottis pada saat tulang rawanarytenoid dipisahkan oleh aksi otot-otot interarytenoid.
Menurut Efek Bernouilli, nafas yang mengalir melalui pita suara menyebabkan pita suara tersebut bergetar sebelum arytenoidmerapat dengan sempurna. Sewaktu arytenoid tertarik secara bersama hingga merapat, aliran udara ini membuat glottistertutup dan menghentikan aliran udara hingga tekanan nafas medorong pita suara sampai merenggang dan menyebabkan aliran udara mengalir kembali. Aksi ini menghasilkan suatu siklus yang berulang.
Perbedaan kedua teori diatas hanyalah terletak pada faktor yang menyebabkan pita suara merapat kembali dalam setiap siklusnya. Teori myoelastis memberikan penekanan pada tekanan otot (elastisitas), sedangkan teori aerodinamis memberikan penekanan pada Efek Bernouilli. Sangatlah mungkin kedua teori tersebut benar dan dapat beroperasi secara simultan dalam menghasilkan dan mempertahankan vibrasi.
Teori ini berdasarkan pada Efek Bernouilli yang menyatakan bahwa nafas mengalir melalui glottis pada saat tulang rawanarytenoid dipisahkan oleh aksi otot-otot interarytenoid.
Menurut Efek Bernouilli, nafas yang mengalir melalui pita suara menyebabkan pita suara tersebut bergetar sebelum arytenoidmerapat dengan sempurna. Sewaktu arytenoid tertarik secara bersama hingga merapat, aliran udara ini membuat glottistertutup dan menghentikan aliran udara hingga tekanan nafas medorong pita suara sampai merenggang dan menyebabkan aliran udara mengalir kembali. Aksi ini menghasilkan suatu siklus yang berulang.
Perbedaan kedua teori diatas hanyalah terletak pada faktor yang menyebabkan pita suara merapat kembali dalam setiap siklusnya. Teori myoelastis memberikan penekanan pada tekanan otot (elastisitas), sedangkan teori aerodinamis memberikan penekanan pada Efek Bernouilli. Sangatlah mungkin kedua teori tersebut benar dan dapat beroperasi secara simultan dalam menghasilkan dan mempertahankan vibrasi.
3. Teori Neurochronaxic dari Raoul Husson.
Teori ini sangat terkenal pada era 1950-an, namun belakangan teori ini telah didiskriditkan. Teori ini menyatakan bahwa: “Frekwensi pada pita suara ditentukan oleh cronaxy syaraf yang berulang, dan bukan karena tekanan nafas atau tekanan otot”. Penganut teori ini menganggap bahwa setiap vibrasi pada pita suara merupakan impuls dari syaraf-syaraf larynx yang bergetar dan bahwa pusat akustik pada otak diatur oleh kecepatan vibrasi pita suara yang dihasilkan. Jika benar, maka teori ini memiliki keuntungan psikologis bagi para penyanyi, sayangnya teori ini tidak pernah disyahkan.
Teori ini sangat terkenal pada era 1950-an, namun belakangan teori ini telah didiskriditkan. Teori ini menyatakan bahwa: “Frekwensi pada pita suara ditentukan oleh cronaxy syaraf yang berulang, dan bukan karena tekanan nafas atau tekanan otot”. Penganut teori ini menganggap bahwa setiap vibrasi pada pita suara merupakan impuls dari syaraf-syaraf larynx yang bergetar dan bahwa pusat akustik pada otak diatur oleh kecepatan vibrasi pita suara yang dihasilkan. Jika benar, maka teori ini memiliki keuntungan psikologis bagi para penyanyi, sayangnya teori ini tidak pernah disyahkan.
Sebuah prasyarat dalam menentukan kebiasaan fonatori yang baik bagi seorang penyanyi atau pembicara agar dapat memiliki konsep yang valid bagi bunyi suara yang baik. Berikut ini merupakan gambaran ekspresi yang dapat mewakili beberapa karakteristik penting bagi bunyi suara yang baik:
1. Dihasilkan dengan bebas;
2. Menyenangkan untuk didengar;
3. Cukup keras untuk dengar dengan baik;
4. Kaya, berdering dan memiliki beresonansi;
5. Memiliki energi yang mengalir lembut dari satu nada ke nada yang lain;
6. Dihasilkan secara konsisten;
7. Memiliki vibrasi, dinamik dan hidup;
8. Ekspresif.
Berikut ini merupakan daftar karakteristik bunyi suara yang buruk:
1. Tercekik, dipaksakan atau tegang;
2. Melengking, parau;
3. Terlalu keras, menyerupai teriakan atau bentakan;
4. Serak;
5. Mengandung nafas;
6. Lemah, tidak memiliki warna, atau tidak hidup;
7. Dihasilkan secara tidak konsisten;
8. Bergetar atau goyang.
Suara yang indah bermula dari pikiran anda. Jika anda tidak dapat memikirkan sebuah nada yang indah, maka anda tidak akan dapat menghasilkannya. Anda harus belajar untuk membayangkan suatu suara di dalam mata batin anda, serta belajar “mendengarkan”-nya di dalam telinga batin, sebelum anda dapat mewujudkannya.
Cara terbaik untuk mencapai gambaran mental dari suara yang indah adalah dengan mendengarkan beberapa penyanyi terkenal secara tekun. Anda harus terus mendengarkan pertunjukan panggung dan rekaman penyanyi-penyanyi tersebut hingga anda mampu menampilkan gambaran dari penyanyi yang anda dengarkan.
Dengan cara ini diharapkan anda dapat meniru karakteristik suara yang baik, seperti yang telah dijelaskan diatas. Hal terpenting dalam membentuk karakteristik suara yang baik adalah menentukan sebuah “model suara” yang dapat dijadikan sebagai sebuah panutan dalam pencarian anda terhadap kualitas suara yang prima.
Jangan mempolakan diri anda untuk mengimitasi seorang penyanyi tertentu, betapapun baikknya ia menyanyi. Terdapat beberapa alasan mengenai hal ini:
Pertama, atribut fisik anda (seperti ketebalan dan panjang pita suara, ukuran dan bentuk resonator dll.) pasti sangat berbeda dengan penyanyi yang anda tiru, sehingga anda tidak akan dapat mencapai kualitas suara yang serupa tanpa melakukan pemaksaan ataupun peniruan.
Kedua, seorang penyanyi yang matang dengan pengalaman dapat melakukan banyak hal dengan suaranya tanpa harus merusaknya, dan hal ini tidak berlaku untuk penyanyi pemula.
Ketiga, jika anda mempolakan diri anda terlalu serupa dengan seorang penyanyi, anda akan cendrung manjadi imitasi dari penyanyi yang bersangkutan, tanpa memiliki individualitas. Akan lebih bijaksana jika anda mampu memilih sepuluh orang penyanyi yang memiliki katagori suara yang sama dengan anda dan memiliki dan memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat anda adopsi sebagai suatu model dalam pembentukan suara anda.
Tiga Fase Dalam Sebuah Nada Musikal
Setiap nada musikal dapat dibagi menjadi tiga fase:
1. Fase Attack (fase memulai nada);
2. Fase Sustention (fase penahanan nada); dan
3. Fase Release (fase pengakhiran nada).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar